Dari Nabire ke Dunia Teknologi: Kisah Bocah SD yang Kini Jadi Inovator Kreatif

22 hours ago 8

Nabire, 7 September 2025 – Di sebuah kota kecil di pesisir Papua, tahun 1991, seorang anak kelas 6 SD Inpres Kotabaru Nabire berani mengambil langkah yang jarang terpikirkan oleh teman sebayanya. Namanya Wendy Eko Suswinarko. Berbekal uang saku yang ditabung, ia mengirim wesel pos ke Jakarta setelah membaca sebuah iklan di majalah Bobo. Beberapa minggu kemudian, sebuah paket kit piano elektronik tiba di tangannya.

“Ketika berhasil merakitnya, rasanya dunia baru terbuka di depan mata saya,” kenangnya. Pengalaman sederhana itu menjadi pintu masuk menuju perjalanan panjang di dunia teknologi.

Eksperimen yang Tak Pernah Padam

Memasuki bangku SMP Negeri 1 Nabire pada 1993, rasa penasaran Wendy kian melebar. Kali ini, ia tertarik pada telekomunikasi. Dari majalah Bobo, Intisari, hingga Tempo yang ia baca dari tetangga kos, Wendy belajar trik-trik telepon rumah. Dengan sedikit eksperimen, ia bisa menelpon meski telepon dalam kondisi terkunci.

Tak berhenti di situ, Wendy menciptakan sebuah alat kecil yang menirukan nada tombol telepon. “Alat ini selalu saya bawa ke mana-mana,” ujarnya sambil tersenyum. Pengalaman itu seolah mengingatkan pada kisah dua ikon teknologi dunia—Steve Jobs dan Steve Wozniak—yang pernah merakit alat “blue box” sebelum mendirikan Apple.

Di SMA Negeri 1 Nabire, kreativitasnya terus berlanjut. Ia merakit walkie talkie mini yang bisa disembunyikan dalam pulpen, bahkan sempat dipakai bersama teman saat ulangan.

Dari Kampus ke Dunia Nyata

Ketika menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya, Malang, Wendy menemukan lebih banyak ruang untuk bereksperimen. Di era ketika telepon umum dengan kartu chip masih populer, ia memodifikasi perangkat telepon hingga bisa mengisi ulang kartu telepon bekas. Dari situ, ia mendapat penghasilan tambahan sebagai mahasiswa.

Tahun 2003, saat PKL di Telkom Malang, Wendy kembali menunjukkan inovasi. Ia menciptakan sistem call back to internet, di mana komputer dan modem di kantor Telkom disetting agar bisa menelpon balik ke rumahnya, lalu memberi akses internet gratis. “Di masa itu, internet masih sangat mahal. Jadi bagi saya, ini pencapaian besar,” kenangnya.

Belajar dari Generasi Baru

Waktu bergulir. Tahun 2012, saat sudah bekerja di Pemerintah Kabupaten Nabire, Wendy justru belajar dari seorang anak SMA yang mengajarinya trik mempercepat modem 3G hingga 1 Mbps. Keraguannya sempat muncul karena melihat Wendy sebagai “orang pemerintahan”, tapi hasilnya berhasil. Dari anak itu pula, ia mengenal cara mendapatkan kuota internet gratis hingga 2000 GB pada tahun 2020.

Teknologi sebagai Jalan Hidup

Bagi Wendy, semua pengalaman ini bukan sekadar cerita tentang trik atau jalur pintas. “Ini adalah perjalanan seorang anak daerah yang haus pengetahuan, belajar dari majalah, dari orang lain, dari eksperimen, hingga menemukan cara kreatif di tengah keterbatasan,” ujarnya.

Wendy percaya, keterbatasan bukan penghalang untuk maju. Justru dari keterisolasian lahir kreativitas. “Kalau Jobs dan Wozniak bisa mendirikan Apple dari blue box mereka, saya pun menemukan ‘Kelapa Nabire’ saya sendiri,” katanya penuh keyakinan.

Inspirasi bagi Generasi Muda Nabire

Kini, setelah menempuh perjalanan panjang, Wendy ingin kisahnya menjadi pengingat bagi anak-anak muda di Nabire dan Papua pada umumnya: bahwa keberanian untuk mencoba dan rasa ingin tahu bisa membuka pintu masa depan.

“Anak-anak di Nabire jangan pernah merasa kecil atau terbatas. Dari sini, dari tanah kita sendiri, kita bisa belajar, berinovasi, bahkan menciptakan sesuatu yang bisa berguna untuk dunia,” pesannya.

(Wendy Eko)

Perjalanannya menjadi bukti nyata bahwa inspirasi tidak hanya datang dari Silicon Valley atau kota besar. Dari Nabire yang sederhana, lahir cerita tentang semangat, kreativitas, dan keyakinan bahwa teknologi selalu bisa diutak-atik untuk membuka peluang baru.

[Nabire.Net]

Read Entire Article
Kepri | Aceh | Nabire | |