Selular.id – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa izin untuk mengambil foto seseorang harus diperoleh secara eksplisit sebelum foto tersebut diambil, bukan setelah diunggah ke suatu platform.
Penegasan ini muncul menyusul polemik seputar praktik fotografer yang mengambil gambar masyarakat, termasuk pelari dan pesepeda, di ruang publik tanpa persetujuan sebelumnya.
Mediodecci Lustarini, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, menjelaskan bahwa inti permasalahannya terletak pada persetujuan.
“Jika orang yang difoto setuju untuk diedarkan sebelumnya, maka tidak akan jadi masalah,” ujarnya beberapa waktu lalu, (31/10/2025).
Ia menyoroti kasus spesifik yang melibatkan platform Fotoyu, di mana persetujuan tidak diberikan secara eksplisit sebelum data pribadi—dalam hal ini foto—diambil.
“Jadi itu yang menjadikan perlu adanya duduk bersama asosiasi fotografi dan lain sebagainya,” tambah Mediodecci.
Menurutnya, dalam kasus Fotoyu, persetujuan justru dimasukkan ke dalam syarat dan ketentuan saat pengguna melakukan transaksi atau memiliki akun.
Praktik ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip perlindungan data pribadi yang mewajibkan adanya persetujuan eksplisit sebelum pemrosesan data terjadi.
Sementara di Fotoyu, foto telah diambil dan diproses terlebih dahulu.
Komdigi berencana melakukan pendalaman lebih lanjut terkait kasus ini.
Meskipun belum menerima laporan resmi dari masyarakat, kementerian aktif memantau perkembangan isu yang beredar.
Masyarakat juga diimbau untuk melaporkan jika mengalami kerugian akibat pelanggaran ini.
Pihak platform, termasuk Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
“Jadi kita melakukan both way ya, jadi kepada PSE kita lakukan pengawasan, kepada masyarakat juga kami mengajak untuk bersama-sama kita sadar data pribadi kita,” jelas Mediodecci.
Prinsip Persetujuan Eksplisit dalam UU Perlindungan Data Pribadi
Pernyataan Komdigi ini sejalan dengan semangat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang menekankan pentingnya persetujuan yang jelas, spesifik, dan informasional dari pemilik data sebelum data tersebut diproses.
Konsep “persetujuan eksplisit” berarti individu harus secara aktif dan sadar menyetujui pengambilan dan penggunaan datanya, bukan melalui ketentuan yang tersembunyi atau disamarkan.
Praktik serupa juga pernah menjadi perhatian di platform media sosial lain. Sebagai contoh, aturan serupa tentang perlunya izin sebelum mengambil foto orang untuk konten media sosial juga pernah dibahas dalam konteks Instagram beberapa tahun lalu.
Hal ini menunjukkan bahwa isu persetujuan dalam pengambilan gambar merupakan tantangan berulang di dunia digital.
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi data pribadi, termasuk foto, semakin meningkat.
Banyak pengguna kini lebih proaktif dalam mengatur privasi digital mereka, seperti dengan menyembunyikan foto profil di aplikasi percakapan untuk mencegah penyalahgunaan.
Di sisi lain, platform konten visual seperti Instagram telah mengembangkan fitur untuk membantu kreator mengelola materi mereka, termasuk kemampuan menyimpan draft foto sebelum dipublikasikan.
Namun, fitur teknis semacam ini tidak menggantikan kebutuhan akan persetujuan subjek foto.
Implikasi bagi Fotografer dan Platform Digital
Kebijakan ini memiliki implikasi signifikan bagi para fotografer, terutama yang berkarya di ruang publik.
Mereka kini harus lebih memperhatikan aspek legal dan etis dalam praktik pemotretan, termasuk memperoleh persetujuan tertulis atau verbal yang jelas dari subjek foto sebelum mengambil gambar.
Bagi platform digital yang memfasilitasi berbagi foto, seperti Fotoyu, kebijakan ini menuntut penyesuaian dalam mekanisme persetujuan.
Platform perlu memastikan bahwa persetujuan diperoleh sebelum pengambilan foto, bukan setelahnya melalui syarat dan ketentuan yang seringkali tidak dibaca pengguna secara menyeluruh.
Perkembangan teknologi juga membawa tantangan baru dalam perlindungan wajah dan identitas digital.
Platform seperti YouTube telah merilis fitur deteksi wajah untuk melawan deepfake AI, menunjukkan kesadaran industri terhadap potensi penyalahgunaan konten visual.
Demikian pula, minat terhadap konten video dari platform seperti TikTok mendorong kebutuhan akan cara mengunduh video TikTok tanpa watermark, yang juga harus mempertimbangkan aspek hak cipta dan persetujuan subjek yang terekam.
Komdigi menegaskan bahwa pendekatan mereka akan bersifat dua arah: mengawasi ketaatan PSE sekaligus mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi data pribadi.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan menghormati privasi individu.
Kementerian akan terus memantau perkembangan kasus ini dan tidak menutup kemungkinan akan mengeluarkan panduan lebih lanjut bagi fotografer dan platform digital terkait praktik pengambilan dan pemrosesan foto yang sesuai dengan prinsip perlindungan data pribadi.



































