Selular.id – Jensen Huang, pendiri dan CEO Nvidia, resmi membawa perusahaannya menjadi emiten pertama di dunia yang menembus kapitalisasi pasar 5 triliun dollar AS atau sekitar Rp 83.000 triliun.
Pencapaian bersejarah ini didorong oleh lonjakan permintaan global terhadap chip kecerdasan buatan (AI) dan ekspansi besar-besaran kapasitas produksi perusahaan.
Di balik kesuksesan fenomenal Nvidia, tersimpan kisah inspiratif sang pemimpin.
Huang memulai perjalanan hidupnya jauh dari kemewahan, bahkan pernah bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran sebelum akhirnya membangun kerajaan teknologi bernilai triliunan dolar.
Perjalanan dari pekerja kasar hingga menjadi salah satu orang terkaya di dunia ini menjadi bukti nyata pentingnya ketekunan dan kerja keras.
Berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index per Mei 2025, kekayaan Huang mencapai 91,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.464 triliun.
Angka ini meningkat tajam dari awal tahun yang masih berada di kisaran 77 miliar dollar AS.
Lonjakan kekayaan ini sejalan dengan kinerja saham Nvidia yang terus meroket seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap chip AI.
Perjalanan Hidup Penuh Tantangan
Jensen Huang lahir di Tainan, Taiwan pada tahun 1963 dan tumbuh dalam keluarga sederhana yang sering berpindah tempat tinggal.
Saat berusia lima tahun, keluarganya pindah ke Thailand sebelum akhirnya menetap di Amerika Serikat ketika ayahnya mengikuti program pelatihan kerja di perusahaan pendingin udara Carrier.
Meski hidup dalam keterbatasan, keluarga Huang menanamkan nilai disiplin dan kerja keras sejak dini.
Ibunya bahkan belajar bahasa Inggris bersama anak-anaknya dan meminta mereka menghafal sepuluh kosakata baru setiap hari.
Pendidikan bahasa ini menjadi fondasi penting bagi masa depannya di Amerika Serikat.
Di usia sembilan tahun, Huang dan kakaknya dikirim lebih dulu ke Amerika Serikat dan tinggal di Oneida Baptist Institute, sekolah berasrama di Kentucky yang dikenal dengan kedisiplinannya yang ketat.
Setelah beberapa tahun, keluarganya akhirnya berkumpul dan menetap di Portland, Oregon, tempat Huang menyelesaikan sekolah menengah atas pada usia 16 tahun, lebih cepat dari teman sebayanya.
Belajar dari Pekerjaan Sederhana
Setelah lulus SMA, Huang bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran khas Amerika.
Pekerjaan sederhana ini justru menjadi pengalaman berharga yang membentuk karakternya.
Ia mengungkapkan bahwa dari pekerjaan tersebut, ia belajar arti tanggung jawab, efisiensi, dan kerendahan hati.
Tak lama kemudian, dedikasinya membuahkan hasil ketika ia dipromosikan menjadi pelayan.
Momen kecil ini selalu ia kenang sebagai simbol dari usaha dan ketekunan.
Pengalaman bekerja di restoran memberinya pelajaran berharga tentang pentingnya melayani dengan baik dan bekerja secara efisien.
Huang kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Oregon State University dengan mengambil jurusan teknik elektro.
Di kampus inilah ia bertemu calon istrinya, Lori, yang saat itu menjadi rekan satu laboratorium.
Latar belakang pendidikan tekniknya inilah yang kemudian menjadi fondasi bagi pembentukan Nvidia di kemudian hari.
Kepemimpinan di Tengah Gejolak Global
Di bawah kepemimpinan Huang, Nvidia tidak hanya tumbuh secara finansial tetapi juga mampu menghadapi berbagai tantangan global.
Kepiawaiannya dalam menghadapi ketegangan AS-China mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak.
Kemampuannya menjaga operasional perusahaan di tengah situasi geopolitik yang kompleks menunjukkan kualitas kepemimpinan yang luar biasa.
Huang juga dikenal sebagai sosok yang tidak segan menyampaikan pendapatnya mengenai berbagai isu, termasuk dalam ranah politik.
Sikap kritisnya terhadap Donald Trump menunjukkan konsistensinya dalam menyuarakan pandangan berdasarkan prinsip-prinsip yang dipegangnya.
Kesuksesan Nvidia di bawah kepemimpinan Huang telah menginspirasi banyak entrepreneur muda di dunia teknologi.
Meski demikian, muncul juga generasi baru miliarder muda yang membangun kekayaan mereka melalui pengembangan teknologi AI, menandakan semakin besarnya ekosistem teknologi ini.
Masa Depan Nvidia dan Industri AI
Dengan kapitalisasi pasar yang mencapai lebih dari 2,5 triliun dollar AS, Nvidia kini menjadi perusahaan paling bernilai ketiga di dunia, berada tepat di bawah Microsoft dan Apple.
Pencapaian ini tidak lepas dari visi jauh ke depan Huang dalam membaca peluang perkembangan teknologi AI.
Ekspansi besar-besaran yang tengah dilakukan Nvidia untuk meningkatkan kapasitas produksi menunjukkan komitmen perusahaan dalam memenuhi permintaan global yang terus meningkat.
Strategi ini dipandang sebagai langkah tepat untuk mempertahankan posisi dominannya di pasar chip AI.
Perjalanan hidup Jensen Huang dari tukang cuci piring hingga CEO perusahaan bernilai triliunan dolar menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Kisahnya membuktikan bahwa latar belakang sederhana bukanlah hambatan untuk mencapai kesuksesan besar, asalkan diiringi dengan kerja keras, disiplin, dan ketekunan yang konsisten.
Pencapaian Nvidia di bawah kepemimpinan Huang tidak hanya mengubah peta industri teknologi global, tetapi juga membuka babak baru dalam perkembangan kecerdasan buatan yang akan terus berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia di masa depan.



































