Tata Ruang Kota Lemah, Pakar: Edukasi Dini Kunci Mitigasi Bencana Indonesia

21 hours ago 5

Tata Ruang Kota Dinilai Abaikan Risiko Bencana

Pakar kebencanaan Adi Maulana mengungkapkan bahwa tata ruang perkotaan yang buruk menjadi salah satu tantangan utama dalam upaya mitigasi bencana di Indonesia. Menurutnya, sebagian besar kota besar di Tanah Air tidak mempertimbangkan risiko bencana alam dalam perencanaan wilayahnya.

“Yang paling penting ialah bagaimana sebuah kota itu harus dirancang untuk mengakomodasi potensi bencana alam yang kemudian dihadapi,” ujar Adi, dikutip dari laman RRI, Senin (7/7/2025).

Kondisi ini membuat banyak wilayah perkotaan menjadi rentan terhadap banjir, gempa bumi, longsor, dan bencana lainnya, karena pembangunan tidak dirancang dengan pendekatan berbasis risiko.

Urbanisasi dan Rendahnya Kesadaran Jadi Tantangan

Selain masalah tata ruang, urbanisasi yang cepat dan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap risiko bencana juga disebut Adi sebagai faktor penghambat utama dalam strategi mitigasi nasional.

Urbanisasi tanpa perencanaan matang mempersempit ruang terbuka hijau, memperbanyak area terbangun, dan seringkali mengabaikan daerah rawan bencana. Di sisi lain, masyarakat yang tidak memiliki kesadaran terhadap risiko cenderung tidak siap menghadapi situasi darurat.

Pentingnya Edukasi Kebencanaan Sejak Dini

Untuk mengatasi hal tersebut, Adi menekankan perlunya edukasi kebencanaan secara sistematis, baik melalui jalur formal maupun informal. Ia mendorong pemerintah daerah mulai dari tingkat kabupaten hingga provinsi untuk aktif dalam membangun kesadaran risiko di masyarakat.

“Bisa saja di setiap pemerintahan, baik tingkat kabupaten maupun provinsi, memulai untuk manajemen tentang bencana atau kesadaran tentang bencana,” jelasnya.

Kurikulum Bencana untuk SD hingga SMA

Menurut Adi, cara paling efektif menanamkan pemahaman risiko bencana adalah dengan memasukkan materi kebencanaan ke dalam kurikulum pendidikan nasional.

Ia menyarankan kurikulum ini dapat diterapkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), agar generasi muda menyadari bahwa mereka hidup di wilayah yang rawan bencana.

“Kita berharap masyarakat sejak dini sudah memahami bahwa mereka itu hidup di daerah bencana,” tegasnya.

Harapan Pengurangan Risiko Lewat Kesadaran Kolektif

Adi juga menyampaikan bahwa edukasi sejak dini dapat membentuk kesadaran otomatis dalam masyarakat, yang sangat penting dalam menghadapi situasi darurat seperti banjir, gempa, atau kebakaran.

Kesadaran ini akan membuat masyarakat lebih siap secara mental dan praktis, serta dapat mengambil tindakan cepat dan tepat saat bencana terjadi.

“Bencana mungkin akan terjadi, tetapi risikonya akan berkurang,” tutupnya.

Dengan kombinasi antara perencanaan ruang yang berbasis risiko dan edukasi berkelanjutan, diharapkan Indonesia bisa meminimalkan dampak bencana dan menyelamatkan lebih banyak nyawa di masa depan.

Read Entire Article
Kepri | Aceh | Nabire | |