Kepritoday.com – Pemalsuan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang melibatkan Een Saputro bin Aspar dan rekan-rekannya memasuki tahap persidangan. Sidang perdana berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang pada Selasa (16/9). Majelis hakim mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tanjungpinang. Kasus ini menyeret Een Saputro bersama Kennedy Sihombing, Muhammad Rasep, Zerry Alpiansyah, dan Lanniari Lubis, yang dituntut dalam berkas terpisah.
Kronologi kasus ini terungkap melalui dakwaan jaksa. Pemalsuan SHM terjadi dalam lima klaster sejak 2022 hingga 2023 di wilayah Tanjungpinang dan Bintan, meliputi Jalan Raya Uban, Jalan Garuda, Sei Lekop, dan Kampung Bugis. Terdakwa Een Saputro dan rekan-rekannya memalsukan dokumen untuk menciptakan hak kepemilikan tanah yang seolah-olah sah. Perbuatan tersebut melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP, Pasal 378 KUHP, serta Pasal 55 dan 65 KUHP.
Kronologi Pemalsuan SHM
Kasus ini bermula pada 2021, saat Een Saputro bergabung dengan Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (LKPK) sebagai pembina. Ia mengenal Kennedy Sihombing, ketua LKPK, dan Saut Simangunsong, sekretaris LKPK. Pada Desember 2022, Sanusi mengadukan sengketa tanah seluas 28.000 m² di Tanjungpinang. Een dan Kennedy meyakinkan Sanusi bahwa mereka mampu mengurus SHM. Sanusi membayar Rp 30.000.000 secara angsuran, namun Een kerap meminta biaya tambahan.
Pengukuran tanah dilakukan oleh Een bersama Muhammad Rasep dan Zerry Alpiansyah, yang mengaku sebagai pegawai Kementerian ATR/BPN. Hasil pengecekan menunjukkan tanah tersebut telah dibebaskan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau pada 2006. Meski demikian, Een melanjutkan proses. Ia menghubungi Rianto Handoko di Jakarta, yang bekerja sama dengan Robi Abdi Zaelani untuk membuat SHM palsu. Sanusi menerima empat SHM atas nama dirinya, Runi Marselina, Fahmi, dan Ardika Tia Saputra. Total biaya mencapai Rp 110.000.000, dengan keuntungan Een sebesar Rp 21.875.000.
Pada klaster kedua, Een membantu Samin untuk menerbitkan SHM atas lahan di Kuala Simpang, Bintan. Samin membayar Rp 24.800.000 untuk empat SHM atas nama dirinya, Rumzi, Maryani, dan Rohaya. Proses serupa terjadi pada klaster ketiga di Jalan Garuda, keempat di Sei Lekop, dan kelima di Kampung Bugis. Pada klaster keempat, Een menerima Rp 207.000.000 dengan keuntungan Rp 72.000.000. Semua SHM dibuat oleh Robi Abdi Zaelani melalui Rianto Handoko.
Bukti dan Dakwaan Jaksa
Berdasarkan pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Polda Riau pada 23 Juni 2025, 31 SHM yang diterbitkan dinyatakan palsu. Dokumen-dokumen tersebut, termasuk atas nama Sanusi, Masto Leonardo Purba, dan lainnya, tidak terdaftar di database Kantor Pertanahan Tanjungpinang dan Bintan. Jaksa mendakwa Een Saputro dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, serta Pasal 55 dan 65 KUHP tentang perbuatan bersama-sama.
Persidangan akan berlanjut pada (23/9) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Perkembangan kasus ini dapat diikuti untuk mengetahui langkah hukum terhadap pelaku pemalsuan SHM.