Kepritoday.com – Kejari Tanjungpinang kembali menahan enam tersangka kasus pemalsuan sertifikat tanah dalam tahap II, usai penyidik Polresta Tanjungpinang menyerahkan mereka beserta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum. Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan 247 korban dengan kerugian mencapai Rp16,8 miliar.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Tanjungpinang, Martahan Napitupulu, menjelaskan bahwa penyerahan tahap II ini dilakukan setelah berkas perkara keenam tersangka dinyatakan lengkap (P21) pada 13 Agustus 2025.
“Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap, penyidik Polresta Tanjungpinang menyerahkan enam tersangka beserta barang bukti kepada kami,” ujar Martahan pada Kamis (21/8).
Enam tersangka yang diserahkan adalah Een Saputro, Robi, Jerry, Kenedi, Lani, dan Zul. Mereka diduga merupakan bagian dari sindikat pemalsuan sertifikat tanah yang telah beroperasi sejak 2023. Saat ini, JPU tengah memeriksa tersangka dan barang bukti untuk penyusunan dakwaan sebelum kasus dilimpahkan ke pengadilan.
Selain enam tersangka, Kejari Tanjungpinang juga menerima barang bukti yang nilainya fantastis, meliputi aset-aset seperti:
Tiga unit rumah di Kota Tanjungpinang, empat belas unit mobil, uang tunai Rp689 juta, satu unit pompong dan satu unit speedboat, perhiasan dan barang elektronik, berbagai dokumen terkait lainnya
Barang bukti ini dibagi ke dalam lima berkas perkara untuk para tersangka ES, KS, RJ, MR, dan JA, serta satu berkas untuk tersangka LN. Aset-aset tersebut menjadi bukti kuat betapa terorganisirnya sindikat ini dalam menjalankan aksinya.
Martahan menjelaskan bahwa dari enam tersangka, empat di antaranya—ES, RJ, MR, dan JA—telah ditahan dalam perkara lain yang ditangani Polda Kepulauan Riau (Kepri). Sementara itu, dua tersangka lainnya, KS dan LN, langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Tanjungpinang.
Setelah proses penyerahan selesai, JPU Kejari Tanjungpinang kini tengah menyusun dakwaan. Para tersangka dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Kasus ini memakai modus operandi sindikat yang canggih, termasuk mencetak sertifikat palsu dengan kertas bergambar Garuda dan membuat situs verifikasi palsu untuk meyakinkan korbannya. Aksi mereka tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dokumen pertanahan.
Kejari Tanjungpinang dan Polresta Tanjungpinang berkomitmen untuk menangani kasus ini hingga tuntas guna memastikan keadilan bagi para korban. “Proses hukum akan berjalan transparan dan sesuai aturan,” tegas Martahan.