Hoax Meningkat Saat Aksi Demo, Deepfake Makin Sulit Diidentifikasi

23 hours ago 6

Selular.id – Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) melaporkan peningkatan signifikan dalam penyebaran hoax di media sosial dan aplikasi perpesanan seiring dengan tensi tinggi demonstrasi yang terjadi belakangan ini. Menurut organisasi tersebut, aksi kekerasan, penjarahan, dan represi menciptakan ketidakpastian yang memicu eskalasi kekerasan lebih lanjut.

Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, menyatakan bahwa hoax yang beredar tidak hanya berupa narasi palsu, tetapi juga telah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti deepfake. Hal ini membuat publik semakin kesulitan mengidentifikasi kebenaran informasi dengan cepat. “Masyarakat digital kerap terperdaya oleh manipulasi gambar dan video melalui AI,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (1/9/2025).

Mafindo memberikan contoh konkret, seperti video kerusuhan di Baghdad, Irak, yang dinarasikan sebagai kejadian di Jakarta. Selain itu, beredar klaim palsu tentang penjarahan di Gedung DPR RI dan Mall Atrium Senen. Akibatnya, muncul ketidakpastian, kemarahan, hasutan kebencian, dan aksi kekerasan.

Ilustrasi Hoax

Mafindo juga menyampaikan dua poin pernyataan resmi. Pertama, organisasi ini mendukung demonstrasi sebagai bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin dalam negara demokrasi. Kedua, Mafindo menyerukan penghentian aksi kekerasan oleh semua pihak, baik pengunjuk rasa maupun aparat keamanan, karena dapat merugikan semua pihak. Menjarah, sebagai tindak pidana pencurian, harus dijauhi.

Peningkatan hoax di media sosial bukanlah hal baru. Selama beberapa tahun terakhir, berbagai isu nasional kerap disertai dengan gelombang disinformasi. Sebelumnya, hoax seputar Covid-19 juga dilaporkan kian agresif, menunjukkan pola yang konsisten di mana ketegangan sosial memicu penyebaran informasi palsu.

Penggunaan teknologi deepfake dalam penyebaran hoax menjadi tantangan baru. Dibandingkan dengan periode sebelumnya, manipulasi konten kini lebih sulit dideteksi karena kecanggihan algoritma AI. Masyarakat, termasuk generasi milenial yang rentan terhadap hoax, perlu lebih waspada dan kritis dalam menerima informasi.

Upaya penanganan hoax juga terus dilakukan oleh pemerintah. Seperti dilaporkan sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menurunkan ratusan konten hoaks selama pemilu 2024. Langkah serupa mungkin diperlukan untuk meredam penyebaran disinformasi dalam situasi terkini.

Di sisi lain, inisiatif teknologi juga pernah digulirkan untuk melawan misinformasi, seperti aplikasi 10 Rumah Aman pada masa pandemi Covid-19. Pendekatan serupa mungkin dapat diadopsi untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya deepfake dan hoax.

Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, platform digital, dan organisasi masyarakat seperti Mafindo akan semakin penting untuk memerangi disinformasi. Teknologi AI, meskipun dimanfaatkan untuk menyebarkan hoax, juga dapat dikembangkan sebagai alat deteksi yang lebih canggih.

Masyarakat diimbau untuk selalu memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya, terutama di tengah situasi yang rentan terhadap provokasi dan ketidakpastian.

Read Entire Article
Kepri | Aceh | Nabire | |