Selular.id – Google secara resmi mengumumkan Project Suncatcher, sebuah inisiatif radikal untuk membangun pusat data kecerdasan buatan (AI) di luar angkasa.
Proyek yang digadang-gadang akan mengubah masa depan komputasi AI ini direncanakan menempatkan chip Tensor Processing Units (TPU) ke dalam satelit bertenaga surya yang mengorbit Bumi.
Peluncuran proyek ini menjadi jawaban atas tantangan konsumsi energi masif yang dihadapi oleh pusat data AI konvensional di Bumi.
Travis Beals, direktur senior Google, menjelaskan bahwa ruang angkasa menawarkan solusi ideal untuk skalabilitas komputasi AI masa depan.
“Di orbit yang tepat, panel surya bisa 8 kali lebih produktif daripada di Bumi dan menghasilkan daya hampir terus-menerus, mengurangi kebutuhan akan baterai,” tulis Beals dalam dokumen penelitian perusahaan.
Pendekatan ini diharapkan dapat mengatasi masalah emisi karbon tinggi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tradisional yang selama ini menghidupi pusat data AI.
Konsep pusat data orbital bukanlah hal pertama yang diusung perusahaan teknologi raksasa.
Beberapa bulan sebelumnya, Microsoft menggelontorkan $80 miliar untuk membangun pusat data AI skala besar, sementara BDx Data Centers membangun pusat data AI dengan komputasi terakselerasi NVIDIA.
Namun, Project Suncatcher menawarkan pendekatan yang benar-benar berbeda dengan memanfaatkan lingkungan luar angkasa.

Tantangan Teknis dan Solusi Inovatif
Meskipun konsepnya brilian, Google menghadapi tantangan teknis yang tidak main-main.
Lingkungan luar angkasa yang keras menimbulkan risiko radiasi tinggi yang dapat dengan cepat merusak komponen elektronik.
Perusahaan telah melakukan pengujian ketahanan radiasi pada chip TPU dan mengklaim bahwa prosesor tersebut dapat bertahan dalam misi lima tahun tanpa mengalami kegagalan permanen.
Tantangan lain yang tak kalah kompleks adalah kebutuhan akan koneksi data berkecepatan tinggi dengan latensi rendah antar satelit.
Google menyebutkan kebutuhan transmisi data “puluhan terabit per detik” – kecepatan yang sulit dicapai di ruang angkasa karena transmisi data jarak jauh membutuhkan daya eksponensial lebih besar daripada di Bumi.
Untuk mengatasi ini, Google mempertimbangkan formasi satelit yang ketat, mungkin dalam jarak “kilometer atau kurang” antara satu sama lain.
Perkembangan ini sejalan dengan tren ekspansi kapasitas komputasi AI global.
Seperti yang terlihat dari ekspansi Google Cloud yang memperluas kapasitas pusat data AI di Jakarta, kebutuhan akan infrastruktur komputasi yang lebih efisien terus meningkat seiring dengan ledakan penggunaan AI.

Roadmap Menuju Realisasi
Google tidak hanya berhenti pada tahap konsep untuk Project Suncatcher.
Perusahaan telah bermitra dengan Planet dalam “misi pembelajaran” yang berencana meluncurkan sepasang satelit prototipe ke orbit pada 2027.
Eksperimen ini akan menguji bagaimana model dan perangkat keras TPU beroperasi di ruang angkasa serta memvalidasi penggunaan tautan antarsatelit optik untuk tugas-tugas machine learning terdistribusi.
Pendekatan bertahap ini mencerminkan strategi Google yang hati-hati namun ambisius.
Daripada langsung meluncurkan armada satelit skala penuh, perusahaan memilih untuk memvalidasi teknologi terlebih dahulu melalui misi percontohan.
Analisis Google menunjukkan bahwa pada pertengahan 2030-an, biaya operasional pusat data di luar angkasa bisa “kurang lebih sebanding” dengan pusat data di Bumi dalam hal efisiensi daya, dengan mempertimbangkan penurunan biaya peluncuran roket dan peningkatan efisiensi teknologi satelit.
Keberhasilan Project Suncatcher berpotensi menciptakan standar baru untuk komputasi berkelanjutan di seluruh industri teknologi.
Jika berhasil, kita mungkin akan menyaksikan proliferasi infrastruktur komputasi orbital yang dapat mendukung berbagai aplikasi, dari AI hingga komputasi kuantum.
Konsep ini juga membuka kemungkinan baru untuk kolaborasi internasional di ruang angkasa, mengingat berbagai negara juga aktif mengembangkan kemampuan orbital mereka.
Namun, di balik semua potensi ini, tetap ada pertanyaan etis dan regulasi yang perlu dijawab.
Siapa yang akan mengatur operasi pusat data di ruang angkasa? Bagaimana dengan masalah keamanan siber dan privasi data?
Dan yang paling penting, bagaimana memastikan bahwa teknologi ini tidak hanya menguntungkan negara-negara maju yang memiliki kemampuan peluncuran ke ruang angkasa?
Project Suncatcher mungkin masih dalam tahap awal, namun visinya sudah jelas: menciptakan masa depan di mana kemajuan AI tidak lagi harus mengorbankan keberlanjutan lingkungan.






























