SELULAR.ID – Menghadapi tantangan era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), Indonesia harus memiliki regulasi yang jelas terkait hal itu.
Steven Scheurmann selaku Regional VP ASEAN Paloalto menyampaikan hal tersebut dalam diskusinya pekan lalu.
Pasalnya tahun 2025, penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) akan semakin masif.
Tetapi, saat penggunaan AI makin masif, serangan siber juga makin masif.
Steven Scheurmann selaku Regional VP ASEAN Paloalto mengungkapkan hal tersebut dalam pandangannya terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tahun 2025.
“Penggunaan AI akan semakin masif pada tahun 2025 ini, tidak hanya secara global tetapi juga di Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, menurut Steve, serangan siber juga akan semakin masif memanfaatkan AI.
Serangan siber ini juga bisa berupa meniru suara seseorang hingga informasi palsu.
Baca juga: Bukalapak Pastikan Ada PHK Usai Penutupan Layanan Jual-Beli Produk Fisik
“Hal ini terjadi di Hongkong, ada seseorang yang tertipu miliaran karena ada hacker mampu menirukan suara dari CEO-nya saat melakukan telekomunikasi,” ungkapnya.
Para hacker ini bisa mengumpulkan data rahasia dan ini harus ada pencegahannya menggunakan AI.
Selain itu, menurutnya harus ada regulasi yang baru dan juga transparan untuk menangkal serangan siber yang terjadi.
“Kita harus punya AI untuk cyber security sehingga bisa untuk lakukan monitoring hingga analisa,” tandasnya.
Regulasi AI
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan pihaknya sedang mengevaluasi surat edaran terkait panduan penggunaan AI.
Adapun, pada 19 Desember 2023 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menkominfo No. 9/2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.
Dalam mengevaluasi edaran tersebut, Nezar bakal membuat diskusi selama dua bulan terkait panduan AI dengan berbagai pihak seperti pelaku industri, akademisi, masyarakat sipil, serta kelompok rentan, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas.
“Jadi kita berbicara AI value change-nya itu, dari yang namanya developer, deployer, sampai dengan end user-nya,” kata Nezar, Rabu (15/1/2025).
Adapun, Nezar menuturkan diskusi tersebut akan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diatur dalam pengembangan dan penggunaan AI.
Nantinya, hasil dari diskusi tersebut bakal dirangkum dalam sebuah dokumen kebijakan atau policy paper terkait panduan penggunaan AI.
“Policy paper ini nantinya akan menjadi basis untuk nasihat akademik ke peraturan pemerintah untuk AI. Jadi itu rencananya,” ujarnya.
Baca juga: AI Refinery Milik Indosat Bakal Fokus ke Sektor Perbankan
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid juga menyampaikan masih menggodok aturan mengenai penggunaan dan etika kecerdasan artifisial atau (AI).
Regulasi tersebut diharapkan dapat selesia 3 bulan lagi atau pada April 2025.
Meutya menuturkan, Indonesia sebetulnya sudah memiliki aturan terkait etika kecerdasan artifisial atau AI yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Namun, Meutya menuturkan bahwa pihaknya memang berencana mengubah surat edaran tersebut menjadi peraturan yang lebih mengikat, yang ditargetkan rampung 3 bulan ke depan.
“Ini digodok oleh Pak Wamen Nezar dan kami sudah tugaskan beliau. Dalam waktu 3 bulan kita akan buatkan juga peraturannya,” kata Meutya di Komdigi, Senin (13/1/2025).
Ikuti informasi menarik lainnya dari Selular.id di Google News