Kepritoday.com – Pemerintah Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, kembali menjadi sorotan setelah mencuatnya temuan hilangnya aset daerah senilai Rp 10.999.919.143,62. Angka yang besar ini mengindikasikan adanya persoalan serius dalam pengelolaan aset milik negara.
Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Kepri Tahun 2021. Laporan itu menyebutkan bahwa sejumlah aset milik Pemkab Lingga tidak ditemukan, bahkan tidak tercatat secara akurat dalam dokumen keuangan pemerintah.
Meskipun audit dilakukan sejak 2021, langkah korektif dari pemerintah daerah baru terlihat samar. Tidak ada tindak lanjut yang signifikan hingga pertengahan 2025, bahkan investigasi baru mulai dibahas dalam tahap awal. Hal ini menimbulkan dugaan publik bahwa temuan BPK diabaikan atau ditanggapi dengan kurang serius.
Menanggapi isu tersebut, Inspektur Kabupaten Lingga, M. Ja’is, memberikan klarifikasi terkait progres terkini.
“Terkait atas temuan BPK, sampai dengan hari ini kami masih tetap berkoordinasi dengan OPD terkait untuk penyelesaian atas temuan tersebut,” ujar M. Ja’is.
Ia menambahkan bahwa penelusuran seluruh aset milik Pemda membutuhkan waktu, mengingat banyaknya jumlah dan kompleksitas pencatatan.
“Memang perlu waktu untuk melakukan penelusuran atas semua aset Pemda ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, pihaknya mengungkap bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan penelusuran terhadap aset-aset yang saat ini dikuasai oleh pihak lain.
“Bahkan dalam waktu dekat ini akan ada penelusuran terkait aset yang dikuasai pihak lain,” tutupnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa meskipun langkah konkret belum terlihat, Inspektorat Daerah Lingga masih dalam tahap koordinasi dan pemetaan aset bersama OPD teknis.
Nilai aset yang hilang, ditambah lambatnya proses investigasi, memicu kekhawatiran masyarakat akan potensi korupsi atau penyelewengan aset negara. Apalagi jika aset yang dikuasai pihak lain tidak dapat ditelusuri kembali secara legal dan administratif.
Hilangnya aset senilai lebih dari Rp 10,9 miliar harus menjadi prioritas penyelesaian. Klarifikasi Inspektorat Daerah menandakan bahwa proses masih berlangsung, namun tekanan publik menghendaki tindakan lebih cepat dan transparan. Audit BPK tidak boleh diabaikan, keadilan dan akuntabilitas harus ditegakkan. (Red)