Selular.ID – Seperti halnya film “Agak Laen” yang menawarkan cerita unik namun mampu menarik animo masyarakat, Jensen Huang juga bisa dibilang agak laen.
Dibandingkan banyak CEO perusahaan teknologi lainnya, yang pelit berkomentar, terutama menyangkut pencapaian kompetitor, pria berdarah Taiwan itu justru menilai Huawei, salah satu pesaing terdekatnya dengan penuh respek.
Meskipun kerap berada dalam situasi yang menegangkan dan penuh persaingan, imbas persoalan geopolitik yang naik turun dipicu oleh perang tarif, CEO Nvidia itu tetap memuji Huawei sebagai perusahaan terkuat di dunia teknologi.
Jensen mengatakan bahwa raksasa teknologi China itu merupakan salah satu perusahaan terkuat dalam sejarah dunia dan patut dihormati semua orang.
Hal itu disampaikan Jensen saat menghadiri acara Center for Strategic and International Studies (CSIS) di AS pada Rabu (3/12).
Dalam pidatonya, Jensen yang pernah menjadi tukang cuci piring di restoran cepat saji Denny’s saat masih muda, menjelaskan bagaimana ia melihat Huawei di medan pertempuran teknologi chip kecerdasan buatan (AI) yang tengah berkembang pesat saat ini.
Menurut Jensen, vendor yang berbasis di Shenzhen itu, tidak hanya besar dalam hal ukuran, tetapi juga memiliki pola pikir yang mendalam dan luas yang membantunya berkembang di bidang teknologi.
Jensen yang merupakan alumnus Univeritas Stanford, lebih lanjut menyatakan bahwa jika orang-orang melihat Huawei sekarang, mereka akan melihat betapa luar biasanya perusahaan ini di bidang mengemudi otonom (autonomous car).
Selain itu, Huawei memiliki teknologi AI yang luar biasa yang patut mendapatkan perhatian dan penghormatan.
Huang menambahkan bahwa Huawei adalah perusahaan dengan kemampuan desain chipset AI, desain sistem, dan perangkat lunak sistem yang kuat, yang masih sulit dikembangkan bagi banyak perusahaan di luar sana.
“Huawei tidak hanya sangat inovatif, tetapi juga perusahaan dengan skala dan kekuatan yang luar biasa. Huawei jauh lebih besar daripada kami, baik dalam hal ukuran perusahaan, jumlah personel, dan kapabilitas teknologi”, ujar Jensen.
“Huawei sangat mendalam dan luas. Siapa pun yang telah mengamati ponsel Huawei dengan saksama akan memahami keajaiban teknologi yang dimilikinya”, imbuh pria yang pernah berkarir di AMD itu.
Selama sesi tanya jawab, media bertanya bagaimana Nvidia memandang Huawei dalam persaingan AI – sebagai pesaing atau mitra.
Menanggapi hal tersebut, Jensen mengatakan – terlepas dari berbagai pembatasan yang dilakukan pihak barat, terutama AS – bahwa perusahaan China tersebut tetap sangat kompetitif.
“Huawei memang pesaing kami, tetapi kami tetap dapat mengagumi dan menghormati mereka, sambil menjaga hubungan baik. Pesaing bukanlah musuh. Dunia ini luas, dan saya berharap kami dapat terus bersaing selama bertahun-tahun mendatang, tetapi perasaan saya terhadap mereka adalah kekaguman, rasa hormat, dan semangat kompetitif yang kuat.”
Baca Juga:
- Jensen Huang, dari Tukang Cuci Piring Jadi CEO Nvidia Bernilai Rp 83.000 T
- Terungkap Cara Huawei Mengejar TSMC Kembangkan Teknologi Chip 2 Nanometer
AS Memperlakukan Huawei dengan Buruk
Sejatinya, ini bukan kali pertama Jensen Huang memberikan pujian bagi Huawei. Pada Maret 2025, Jensen secara terbuka menilai bahwa Huawei sebagai “satu-satunya perusahaan teknologi paling tangguh” di China.
Kehadiran Huawei di bidang AI “berkembang setiap tahun,” ujar Huang kepada Financial Times dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Kamis (20/3/2025).
“Kita tidak bisa berasumsi bahwa mereka tidak akan menjadi faktor,” tambah Huang.
Pernyataan Huang tentang kemajuan yang dicapai oleh Huawei kembali ia lontarkan pada Mei 2025. Saat itu, ia secara terbuka mendesak pemerintahan Trump untuk mengubah peraturan yang mengatur ekspor chip AI dari Amerika Serikat.
Ia memperingatkan tentang kemajuan pesat yang dibuat oleh China dan perusahaan-perusahaan seperti Huawei dalam pengembangan chip AI.
Huang menyatakan bahwa meskipun China mungkin tidak unggul, negara itu mengikuti AS dengan ketat dalam perlombaan teknologi ini.
Seruan Huang untuk perubahan regulasi muncul pada saat yang kritis ketika AS sedang berjuang untuk mempertahankan keunggulan teknologinya di tengah meningkatnya persaingan dari negara-negara lain.
Menurut Huang, pembatasan ekspor saat ini tidak hanya membatasi jangkauan global teknologi Amerika tetapi juga berpotensi menghambat inovasi di AS sendiri.
Dengan melonggarkan pembatasan, Huang justru menilai, AS dapat mendorong lingkungan yang lebih kompetitif yang mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi AI mutakhir.
Pernyataan terbuka Jensen tentang Huawei, menunjukkan bahwa raksasa teknologi China itu, layak mendapatkan pengakuan.
Tengok saja dari sisi kinerja yang tetap kinclong meski perusahaan tak lagi leluasa berbisnis terutama dengan mitra-mitranya di Asia dan Eropa.
Pada 2025, Huawei menargetkan pendapatan melebihi $126 miliar, didorong oleh kinerja chip 5G yang kuat.
Semester pertama 2025 menunjukkan peningkatan pendapatan sebesar 4% menjadi sekitar $59,8 miliar (CNY 427 miliar), menandai paruh pertama terbaiknya sejak 2020, meskipun laba bersih lebih rendah karena investasi R&D yang besar.
Bisnis chip perusahaan dan pertumbuhan di pasar smartphone China, bersama dengan segmen telekomunikasi dan perusahaan, merupakan pendorong utama keberhasilan proyeksi sepanjang tahun, melanjutkan pemulihannya dari sanksi AS.
Huawei didirikan pada 1987 oleh mantan insinyur Tentara Pembebasan Rakyat, Ren Zhengfei. Raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen ini awalnya merupakan pengecer peralatan telepon, tetapi akhirnya mulai memproduksi dan menjual peralatan telekomunikasinya sendiri.
Ponsel pintar Huawei sangat populer di China. Perusahaan ini menguasai pangsa pasar ponsel pintar China yang lebih besar daripada iPhone Apple.
Hal ini terjadi terlepas dari tantangan yang dihadapi Huawei, terutama di AS.
Presiden Donald Trump mengatakan dalam masa jabatan pertamanya bahwa pemerintahannya tidak akan berbisnis dengan Huawei, menyebut Huawei sebagai “ancaman keamanan nasional.”
Pada Mei 2019, Huawei dimasukkan ke dalam daftar hitam perdagangan oleh Departemen Perdagangan, yang berarti perusahaan tersebut tidak dapat membeli suku cadang dan komponen dari perusahaan-perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Sebelum meninggalkan jabatannya pada Januari 2021, pemerintahan Trump mencabut izin perusahaan-perusahaan yang memasok material ke Huawei.
Pembatasan tersebut tidak mereda ketika Presiden Joe Biden mengambil alih kekuasaan. Pada Juni 2021, Biden menandatangani perintah eksekutif yang memperluas jumlah perusahaan China yang dilarang untuk diinvestasikan oleh warga Amerika. Huawei termasuk dalam daftar tersebut.
Pada minggu-minggu terakhir masa jabatan Biden, pemerintahannya memberlakukan kontrol ekspor lebih lanjut pada industri semikonduktor China, menargetkan 140 perusahaan, termasuk Huawei dan perusahaan pengecoran chip AI, Semiconductor Manufacturing International (SMIC).
Itu adalah ketiga kalinya pemerintahan Biden berupaya membatasi akses China ke chip setelah memberlakukan pembatasan pada 2022 dan 2023.
Namun, upaya-upaya tersebut tampaknya justru memperkuat upaya Huawei menuju swasembada. Perusahaan tersebut telah menggunakan chip produksi lokal di lini ponsel pintar andalannya, Huawei Mate sejak 2023.
Kehadiran Huawei Mate yang telah dibekali teknologi 5G mampu mengguncang industri smartphone global dan membuat penjualan iPhone anjlok di China hingga sekarang.
Tak berhenti sampai di situ, Huawei juga mulai kencang mengembangkan chip AI Ascend untuk mendominasi pasar di kampung halamannya.
Di tengah sanksi yang semakin ketat, perusahaan berencana memproduksi 70.000 unit chip Ascend 910C yang dirancang untuk menyaingi chip canggih H100 milik Nvidia.
Kemampuan Huawei bertahan di tengah gempuran pembatasan dan larangan dari AS membuat Donald Trump yang kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan kedua menjadi geram.
Bahkan, Biro Keamanan dan Industri AS (BIS) secara khusus menyorot Huawei yang tampak tak gentar menyaingi dominasi Nvidia di sektor pengembangan chip AI.
Terlepas dari kontroversi yang ditimbulkan oleh Huawei, Huang mengatakan kepada Financial Times bahwa upaya pemerintah AS untuk membungkam Huawei telah “dilakukan dengan buruk.”
“(faktanya) Mereka telah menaklukkan setiap pasar yang mereka geluti,” pungkas Huang.





























