Polda Jateng Bongkar Komplotan Uang Palsu, Dipimpin Kakek 70 Tahun

1 month ago 23

Kepritoday.com – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jawa Tengah berhasil membongkar jaringan pembuat dan pemasok uang palsu lintas daerah. Enam orang tersangka diamankan dalam operasi yang bermula dari laporan warga Boyolali, yang curiga adanya uang palsu beredar di wilayah mereka.

Dalam konferensi pers yang digelar Rabu (6/8/2025), polisi memperlihatkan barang bukti berupa 500 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu, 1.800 lembar uang palsu setengah jadi, dan 480 lembar lainnya yang belum sempat dipotong. Peralatan untuk memproduksi uang palsu seperti printer dan kertas khusus juga turut diamankan.

Para tersangka berasal dari berbagai daerah, dipimpin oleh seorang pria lanjut usia berinisial W, alias Mbah Noto, 70 tahun, warga Boyolali. Lima tersangka lainnya adalah M, 50 tahun, alias Yanto dari Tangerang; BES, 54 tahun, dari Kudus; HM, 52 tahun, dari Bogor; JIP, 58 tahun, alias Joko dari Magelang; dan DMR, 30 tahun, alias Dimas dari Sleman, Yogyakarta.

Direktur Reskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, S.I.K., M.H., menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari laporan warga yang mencurigai adanya peredaran uang palsu di Boyolali. Dari laporan itu, tim Ditreskrimum menurunkan personel dan berhasil menangkap dua orang pelaku, W dan M, di depan sebuah warung soto di kawasan Banyudono.

Pengembangan dari penangkapan tersebut membawa tim kepolisian ke Sleman, Yogyakarta, tempat persembunyian dua tersangka lain yakni BES dan HM. Tak berhenti di situ, polisi kemudian menggerebek sebuah rumah di kawasan Depok, Sleman, yang menjadi lokasi produksi uang palsu. Dua tersangka lainnya, JIP dan DMR, diamankan di lokasi.

“Uang palsu ini nyaris sempurna, karena bahkan bisa lolos dari mesin pendeteksi sinar UV,” ujar Kombes Dwi, dilansir dari laman metrotvnews, Rabu (6/8/25).

Menurut pengakuan para tersangka, mereka telah lima kali memproduksi uang palsu sejak Juni 2025 dengan total sekitar 4.000 lembar pecahan Rp100 ribu atau setara Rp400 juta. Skema jual beli uang palsu dilakukan dengan rasio 1:3. Artinya, uang palsu senilai Rp100 juta dijual hanya seharga Rp30 juta.

Lebih mencengangkan lagi, para tersangka menyebut bahwa hasil produksi tersebut hendak disebar melalui transaksi sehari-hari seperti pembelian di warung makan, toko kelontong, dan pasar tradisional. Mereka juga mengaku belajar memproduksi uang palsu melalui media sosial.

Meski begitu, penyidik belum sepenuhnya mempercayai semua pengakuan tersebut. Sejumlah tersangka diketahui memiliki rekam jejak dalam kasus serupa. Salah satu tersangka bahkan mengaku pernah memproduksi uang palsu sejak tahun 1982.

“Untuk bahan baku, mereka menggunakan kertas white craft yang dibeli dari sebuah toko kertas di Bogor,” tambah Kombes Dwi.

Kini, keenam tersangka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Kasus ini pun menjadi pengingat bahwa kejahatan peredaran uang palsu terus bertransformasi dan membutuhkan kewaspadaan kolektif, baik dari aparat maupun masyarakat.

Read Entire Article
Kepri | Aceh | Nabire | |