Jakarta, 5 Februari 2025 – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Provinsi Papua Tengah yang diajukan oleh pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah nomor urut 1, Wempi Wetipo dan Agustinus Anggaibak. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan pada Rabu (5/2/2025) di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo beserta delapan Hakim Konstitusi lainnya.
Dalam amar putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo.
Tidak Memenuhi Syarat Ambang Batas
Putusan ini diambil karena Pemohon tidak memenuhi syarat ambang batas selisih suara sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Ambang batas yang ditetapkan untuk mengajukan sengketa hasil Pilkada di tingkat provinsi adalah 2 persen dari total suara sah atau setara 22.105 suara.
Namun, dalam hasil Pilgub Papua Tengah 2024, pasangan Wempi Wetipo – Agustinus Anggaibak hanya memperoleh 122.246 suara. Sementara itu, pasangan calon nomor urut 3, Meki Nawipa – Deinas Geley, memperoleh 502.624 suara, sehingga selisih suara di antara keduanya mencapai 380.378 suara atau 34,4 persen—jauh melampaui batas maksimal yang diperbolehkan untuk mengajukan sengketa.
Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menegaskan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan.
“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” jelas Guntur.
Selain itu, Majelis Hakim menilai bahwa dalil-dalil yang diajukan Pemohon tidak cukup meyakinkan MK untuk meniadakan keberlakuan Pasal 158.
“Terlebih, terhadap permohonan a quo, Mahkamah tidak menemukan adanya kondisi kejadian khusus,” tambahnya.
Dalil Pemohon Tidak Dapat Diterima
Dalam permohonannya, Paslon nomor urut 1 mendalilkan adanya keterlambatan rekapitulasi suara oleh KPU Papua Tengah serta ketidakseimbangan suara antara daerah yang menerapkan sistem one man one vote dengan daerah yang menggunakan sistem noken, seperti Mimika dan Nabire.
Selain itu, Pemohon juga mengklaim mengalami penghadangan selama masa kampanye di Kabupaten Dogiyai, Deiyai, dan Paniai. Bahkan, mereka menyebut sempat dimintai uang sebesar Rp 1 miliar untuk bisa melintasi jalan umum saat kampanye.
Namun, Majelis Hakim tidak menemukan bukti yang cukup kuat untuk mendukung dalil-dalil tersebut.
Gugatan PHPU Juga Diajukan oleh Paslon Lain
Selain gugatan dari Paslon nomor urut 1, sengketa hasil Pilgub Papua Tengah 2024 juga diajukan oleh dua pasangan calon lainnya, yaitu:
-
Willem Wandik – Aloisius Giyai dengan Perkara Nomor 295/PHPU.GUB-XXIII/2025.
-
Natalis Tabuni – Titus Natkime dengan Perkara Nomor 308/PHPU.GUB-XXIII/2025.
Keputusan MK dalam perkara-perkara ini masih dinantikan sebagai bagian dari proses hukum dalam Pilkada Papua Tengah 2024.
[Nabire.Net]
Post Views: 201