Oleh : Anwar, S.Ag, M.A.P
Bireuen tidak hanya kaya akan sumber daya manusia, tetapi juga memiliki potensi ekonomi yang bisa menjadi mesin penggerak menuju Kota Santri. Di Bireuen saat ini terdapat 191 dayah yang terakreditasi dengan jumlah guru dan santri mencapai 50 ribu jiwa, menjadikan Bireuen sebagai jantung pendidikan Islam di Aceh, bukan hanya tempat belajar, tetapi juga bisa menjadi pusat ekonomi syariah yang belum tergali sepenuhnya.
Sebagai ilustrasi, jika 1 orang santri atau guru yang merangkap santri menghabiskan uang satu juta untuk kebutuhan satu bulan di dayah, maka jika dikalikan 50 ribu santri, ada sekitar 50 milyar uang yang dibelanjakan oleh satri/guru di dayah dalam Kabupaten Bireuen setiap bulannya. Dan dari 50 ribu santri/guru, ada 17 ribu santri berasal dari luar Kabupaten Bireuen, maka ada 17 Milyar dana dari luar daerah yang masuk ke Bireuen setiap bulan. Ilustrasi ini masih perhitungan minimal, Angka rilnya bisa mencapai 70 – 80 milyar perbulannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk memenuhi kebutuhan santri/guru dayah dimaksud, produknya bisa berasal dari dayah itu sendiri , atau bahkan lebih banyak yang berasal dari produksi masyarakat sekitar atau dari luar daerah. Ini potensi ekonomi yang belum banyak dilirik oleh pelaku pasar di Bireuen. Kebutuhan sandang dan pangan santri/guru dayah menjadi potensi ekonomi syariah yang sangat besar di Bireuen saat ini. Lihat saja perkembangan kota kecamatan Samalanga dalam 10 tahun terakhir berkembang sangat pesat.
Di sisi lain, warisan budaya dan religi, Bireuen membuka peluang besar untuk pariwisata syariah. Jika dikelola dengan baik, kedua potensi ini bisa menciptakan kemandirian finansial, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat identitas Bireuen sebagai Kota Santri. Pemerintah daerah dengan berbagai stakeholder terkait sangat dimungkinkan untuk menganalisa lebih jauh dalam hal ini. Membangun Bireuen sebagai Kota Santri harus menjadi tanggung jawab bersama, karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Yang perlu dipikirkan bersama, dayah akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi syariah jika diubah menjadi unit produktif. Wirausaha santri adalah aset yang siap dikembangkan. Santri bisa dilatih untuk memproduksi barang atau jasa berbasis syariah, seperti makanan halal (kue tradisional Aceh atau kue modern seperti donat, brownies dll), kerajinan tangan (kaligrafi, tasbih), produk pertanian atau produksi pakaian jadi dan alat-alat rumahtangga.
Dengan jumlah santri/guru mencapai 50 ribu jiwa (10 % dari penduduk Bireuen), skala produksi bisa cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, bahkan regional seperti Banda Aceh atau Medan maupun memenuhi kebutuhan pasar nasional jika dikelola dengan baik, profesional dan berkelanjutan, baik pemasaran secara langsung maupun online.
Disamping itu banyak dayah di Bireuen memiliki lahan atau aset wakaf yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Lahan ini bisa diubah menjadi kebun, peternakan atau bahkan unit usaha kecil seperti warung makan halal, loundry atau UMKM dayah yang dikelola santri. Hasilnya tidak hanya mendanai operasional dayah, tetapi juga memberikan pendapatan tambahan atau skil bagi santri dan masyarakat sekitar yang bermitra sebagai pemasok barang atau tenaga kerja.
Menariknya dayah besar seperti Mudi Mesra Samalanga, dayah Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh dan beberapa dayah besar lainnya sudah bisa menarik santri dari luar daerah, ini bisa diperluas dengan menawarkan prodi kuliah yang lebih banyak, kursus intensif, seperti tahfidz Al Qur’an, bahasa Arab atau studi kitab kuning bagi pelajar atau profesional dari luar Bireuen. Dengan branding yang kuat sebagai pusat pendidikan Islam, dayah bisa menjadi “Kampus Alternatif” yang menghasilkan keuntungan finansial sekaligus memperluas pengaruh.
Jangan lupa juga, Bireuen dari dulu memiliki kekayaan budaya dan religi yang bisa menjadi magnet ekonomi melalui pariwisata. Dayah bersejarah atau situs-situs terkait ulama besar adalah daya tarik utama. Dengan letak strategis di jalur Banda Aceh-Medan dan Aceh Tengah, Bireuen bisa mengemas kunjungan ke dayah sebagai wisata edukasi, misalnya tur sehari untuk melihat proses belajar santri, membaca kitab kuning atau mengikuti pengajian. Ini akan menarik wisatawan domestik dan internasional, terutama dari negara tetangga seperti Malaysia, Brunai Darussalam dan negara-negara di Asia Tenggara lainnya yang memiliki minat pada pendidikan Islam.
Di samping itu, Bireuen memiliki makam ulama dan tradisi lokal bisa menjadi potensi ekonomi syariah yang belum tergali. Makam tokoh seperti Habib Bugak di Jangka, makam Teungku Chiek Awe Geutah di Peusangan Siblah Krueng, makam Syuhada 44 di Lheuh Simpang Jeunieb, makam Syuhada Delapan di Simpang Mamplam dan makam Tun Sri Lanang di Samalanga atau situs-situs bersejarah lainnya, bisa dikembangkan sebagai destinasi ziarah.
Perlu diperhatikan juga, tradisi lokal yang sangat kental di Bireuen seperti peringatan Maulid Nabi atau festival seni budaya Islam (nasyid, qasidah, rapa’i, seudati dan tari rabbani wahed), kanaval budaya islami bisa dijadikan acara tahunan yang mengundang pengunjung, sekaligus mempromosikan produk lokal seperti makanan khas Aceh atau suvenir religi.
Garis pantai Bireuen, seperti Pantai Jangka atau Pantai Cemara Pangah, pantai Seuke di Peudada, Reuleung Manyang dan air terjun di Simpang Mamplam, Batei Iliek di perbatasan Samalanga bisa dipadukan dengan pariwisata religi misalnya, paket wisata “Ziarah dan Traveling” yang menawarkan pengalaman spiritual sekaligus rekreasi bagi wali santri luar daerah yang datang ke Bireuen. Ini akan memperluas segmen pasar, dari peziarah hingga keluarga santri luar daerah yang ingin berlibur, sambil tetap menonjolkan identitas Islam Bireuen.
Potensi ekonomi dari dayah dan pariwisata syariah ini saling melengkapi. Wirausaha santri akan menghasilkan produk yang bisa dijual kepada wisatawan, sementara pariwisata syariah akan meningkatkan permintaan terhadap jasa dan barang dari dayah, Jasa transportasi dan angkutan akan hidup, rumah makan, warung kopi dan akomodasi penginapan akan tumbuh di seputaran dayah. Jika dimulai tahun ini, dalam 5-10 tahun ke depan, Bireuen bisa menargetkan pendapatan ekonomi syariah mencapai miliaran rupiah per tahun, dengan tambahan ribuan pengunjung wisata syariah yang menggerakkan sektor UMKM lokal dari penginapan hingga kuliner.
Dampaknya lebih dari sekadar uang. Ekonomi berbasis syariah akan mengurangi ketergantungan pada bantuan luar, memberi santri/guru dayah keterampilan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pariwisata syariah akan memperkuat identitas Bireuen sebagai Kota Santri, sekaligus membuka lapangan kerja baru seperti pemandu wisata atau pengrajin. Ini adalah lingkaran positif yang menguntungkan semua pihak.
Untuk mewujudkan potensi ini, langkah awal diperlukan pelatihan wirausaha untuk santri, revitalisasi aset wakaf dan promosi pariwisata syariah melalui branding “Bireuen: Kota Santri dan Ziarah”. Bireuen tidak perlu menunggu lama, dari dayah hingga pantai, kekayaan ekonomi syariah ini sudah ada di depan mata, menanti untuk digerakkan menjadi pilar kekuatan Kota Santri. Butuh perhatian dan dukungan dari semua lini, baik Pemerintah Kabupaten Bireuen maupun Pemerintah Aceh dan para pengusaha swasta lainnya. Kalau tidak dimulai hari ini, kapan lagi, kalau bukan kita lalu siapa, Ayo bangun Bireuen bersama.
*Penulis Anwar, S,Ag, M,A,P (Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen)