Saksi Diduga Mabuk, Aliasar Ragukan Keterangan dalam Kasus Pengancaman

1 month ago 36

Kepritoday.com – Proses hukum kasus dugaan pengancaman terhadap Kepala Biro (Kabiro) media radarkepri.com, Aliasar, kembali berlanjut. Pada Selasa (27/5), ia memenuhi undangan konfrontasi dari penyidik Polda Kepulauan Riau (Kepri) di Polsek Daek, Kabupaten Lingga. Agenda ini mempertemukan korban dengan terlapor Saparuddin dan dua saksi kunci, dalam upaya mengklarifikasi insiden yang telah berlangsung hampir tujuh bulan lalu.

Dalam konfrontasi tersebut, Aliasar mengungkapkan keraguannya terhadap keterangan dua saksi, Ruslan alias Jagad dan Riyan. Ia menilai bahwa keterangan mereka tidak valid karena saksi diduga mabuk.

Penyidik menghadirkan pelapor Aliasar, terlapor Saparuddin, dan dua saksi yang disebut orang dekat pelaku. Namun, hanya dua dari beberapa saksi yang hadir, sementara lainnya mangkir dari panggilan penyidik.

Konfrontasi dilakukan guna memperjelas fakta-fakta dalam laporan dugaan pengancaman yang sebelumnya dilaporkan Aliasar. Namun, menurut korban, konfrontasi ini belum menghasilkan titik terang.

“Kalau pelaku dan kedua saksi mengatakan tidak ada pemecahan botol, sah-sah saja. Mungkin mereka memang tidak ingat karena usai mengkonsumsi minuman beralkohol saat kejadian berlangsung,” kata Aliasar kepada wartawan usai diperiksa.

Saparuddin, yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lingga, membantah telah mengancam dengan memecahkan botol. Ia mengklaim hanya mengajak Aliasar untuk duel fisik tanpa tindakan intimidatif lainnya.

“Saya memang sempat minum, tapi hanya bir Carlsberg. Tidak ada ancaman menggunakan botol,” ujar Saparuddin dalam keterangannya.

Sementara itu, kedua saksi, Jagad dan Riyan, mengaku tidak melihat aksi pemecahan botol saat kejadian. Namun, Aliasar menilai keterangan mereka lemah karena berada dalam kondisi diduga tidak sadar sepenuhnya akibat konsumsi alkohol.

Karena saksi tidak lengkap dan keterangan dinilai tidak konsisten, Aliasar menolak menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) yang disusun penyidik. Ia menegaskan bahwa proses hukum akan pincang jika saksi kunci tidak hadir dan keterangan diberikan dalam kondisi tidak netral.

Penyidik Polda Kepri belum menetapkan apakah kasus ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan atau dihentikan. Padahal, menurut Aliasar, perkara ini tidak tergolong kejahatan luar biasa yang membutuhkan waktu penyelesaian berbulan-bulan.

Aliasar menyatakan bahwa keterangan yang tidak sesuai fakta dapat berdampak hukum serius. Jika terbukti memberikan kesaksian palsu, para saksi dapat dijerat Pasal 242 KUHP dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.

Selain itu, mangkirnya saksi dari panggilan pertama dapat dikategorikan sebagai tindakan menghalangi proses hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 221 KUHP, dengan ancaman pidana 9 bulan penjara.

Penyidik diminta segera memanggil ulang saksi yang tidak hadir. Jika kembali mangkir, upaya paksa dapat diterapkan untuk menjamin kehadiran mereka. Hal ini penting demi menjamin objektivitas dalam penegakan hukum dan memberikan rasa keadilan kepada semua pihak.

“Saya percaya penyidik tetap profesional. Namun jika saksi kunci terus mangkir, kasus ini akan sulit berkembang,” pungkas Aliasar.

Kasus dugaan pengancaman terhadap jurnalis ini menyisakan banyak pertanyaan. Ketidakhadiran saksi dan keterangan yang diragukan memperlambat proses hukum. Masyarakat dan media diajak untuk mengawal jalannya perkara ini agar keadilan tidak hanya ditegakkan, tapi juga dirasakan.(Red)

Read Entire Article
Kepri | Aceh | Nabire | |