Kontroversi Rencana Pertambangan di Lingga, Ancaman Ekologi di Ujung Tanduk

2 months ago 24

Kepritoday.com – Pemerintah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, tengah mendorong wacana pembukaan kembali aktivitas pertambangan. Rencana ini muncul di tengah sempitnya wilayah daratan dan rentannya kondisi ekologis Lingga yang dikenal sebagai daerah kepulauan strategis.

Langkah tersebut dinilai berisiko tinggi karena potensi kerusakan lingkungan yang besar. Lingga, yang seharusnya mengedepankan konservasi, justru dihadapkan pada kemungkinan eksploitasi sumber daya alam yang tak terbarukan.

Ketua LSM Megat Sri Rama Provinsi Kepri, Tedy Maembong, menyampaikan penolakannya terhadap rencana tersebut kepada media ini, Minggu (29/6). Ia menilai kebijakan ini merupakan “langkah mundur yang sarat risiko”.

“Lingga seharusnya diarahkan menjadi kawasan konservasi, pertanian lestari, dan pariwisata berbasis kearifan lokal—bukan justru dieksploitasi,” katanya.

Menurut Tedy, Bupati Lingga M. Nizar terkesan kehilangan arah dalam menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bukannya mengembangkan ekonomi kreatif atau sektor kelautan, justru pertambangan kembali menjadi pilihan utama.

Tedy menekankan bahwa rencana ini bertentangan dengan berbagai peraturan. Salah satunya adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 19 yang mewajibkan setiap pemangku kebijakan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional menegaskan bahwa kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil harus dijauhkan dari aktivitas merusak lingkungan, termasuk tambang terbuka.

“Kabupaten Lingga masuk kategori daerah yang sangat rentan terhadap kerusakan ekologis akibat tambang bauksit dan pasir timah yang telah terbukti merusak di masa lalu,” tegas Tedy.

Dalam pandangan LSM Megat Sri Rama, pertambangan bukanlah solusi jangka panjang. Tedy mengajak pemerintah daerah untuk berani menyusun ulang arah pembangunan.

Ia menyarankan sektor-sektor seperti: Pariwisata bahari berbasis ekowisata, Industri pengolahan hasil laut dan Revitalisasi pertanian organik dan peternakan lokal.

“Semua sektor itu ramah lingkungan, berkelanjutan, dan mampu menyerap banyak tenaga kerja,” tambahnya.

Memaksakan pertambangan demi mengejar pendapatan jangka pendek dinilai sebagai pilihan keliru. Menurut Tedy, hal itu sama saja dengan “menukarkan emas masa depan dengan debu hari ini.”

Ia menutup pernyataannya dengan dorongan agar pemerintah menunjukkan kepemimpinan visioner yang mampu melahirkan kebijakan berbasis inovasi dan keberlanjutan, bukan kembali ke praktik lama yang terbukti membawa bencana ekologis dan sosial.

Rencana pembukaan kembali aktivitas pertambangan di Kabupaten Lingga mendapat kritik tajam dari LSM karena dinilai mengancam ekosistem dan bertentangan dengan semangat pembangunan berkelanjutan. Solusi lain seperti pariwisata bahari dan agribisnis dinilai lebih layak dan berdaya tahan.

Hingga berita ini dirilis, upaya konfirmasi ke pihak Pemkab Lingga masih terus diupayakan.

Read Entire Article
Kepri | Aceh | Nabire | |