Selular.ID – Financial technology (Fintech) yang selama ini masuk dalam sistem keuangan konvensional, perlahan-lahan masuk ke dalam sistem keuangan syariah.
Pada dasarnya sistem syariah sama halnya sistem pembiayaan konvensional, yang tersedia bagi siapa saja yang membutuhkan bantuan finansial, untuk menunjang berbagai kebutuhan konsumsi baik untuk pribadi ataupun sebagai modal usaha.
Meskipun begitu, baik pembiayaan keuangan secara syariah ataupun konvensional keduanya memiliki perbedaan yang bisa menjadi bahan perbandingan, dan pertimbangan untuk menentukan pilihan sesuai dengan kenyamanan masing-masing.
Bila membutuhkan tambahan dana sebagai pinjaman untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, tidak ada salahnya bila membandingkan kedua sistem pembiayaan keuangan.
Ini perbedaaan Fintech syariah dan konvensional
Suku Bunga
Dalam pembiayaan konvensional, kredit yang diberikan kepada konsumen dibuat sebagai akad pinjaman sehingga nasabah nantinya memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga yang ditentukan oleh peminjam (fintech konvensional), tergantung pada besarnya pinjaman yang diambil.
Hal ini yang akan sedikit berbeda pada pembiayaan keuangan syariah, dimana bunga merupakan hal yang tidak diperbolehkan karena dalam bunga terdapat unsur riba.
Dalam pembiayaan syariah, tidak akan menjumpai kredit yang diberikan akad sebagai pinjaman melainkan dengan akad murabahah, ijarah wa iqtina, serta musyarakah mutanaqishah.
Masing-masing akad tersebut pastinya memiliki tata cara pengaturan yang berbeda.
Akad murabahah bisa diartikan sebagai akad jual beli penyelenggara atau Fintech akan bertindak sebagai pembeli atas benda ataupun produk yang diinginkan nasabah.
Kemudian peminjam akan menjual produk tersebut kepada nasabah dengan margin tertentu.
Margin tersebut akan menjadi keuntungan dan bukan sebagai bunga sebagaimana pada pembiayaan keuangan konvensional.
Sedangkan pada akad ijarah wa iqtina merupakan akad sewa menyewa.
Artinya Fintech bertindak untuk membeli benda yang diinginkan nasabah, selanjutnya Fintech menyewakan benda tersebut kepada nasabah dalam kurun waktu tertentu.
Nantinya nasabah bisa membeli benda tersebut sehingga berganti kepemilikan.
Sementara musyarakah mutanaqishah, baik Fintech ataupun nasabah bersama-sama menaruh modal untuk sesuatu hal yang nantinya nasabah bisa membeli bagian dari
Fintech untuk memiliki benda tersebut sepenuhnya.
Dengan melihat beberapa akad dalam pembiyaan syariah, tidak menggunakan akad pinjaman serta tidak adanya bunga.
Resiko dan Cicilan
Ketika nasabah mengajukan pinjaman secara konvensional, nasabah akan menanggung sepenuhnya resiko ketika nasabah tidak memiliki kemampuan untuk membayar cicilannya.
Hal ini berbeda dengan sistem pembiayaan dengan akad syariah kedua belah pihak baik Fintech ataupun nasabah akan menanggung resiko tersebut.
Ketersediaan Pinjaman
Dalam proses pengajuan pinjaman bila dilihat dari aspek dokumen yang dibutuhkan, baik dengan sistem konvensional ataupun syariah. Keduanya membutuhkan dokumen seperti fotokopi KTP dan bukti penghasilan.
Besar dana pinjaman yang tersedia keduanya pun bervariasi yaitu sekitar Rp5 juta hingga Rp250 juta.
Namun, ada sedikit perbedaan antara pembiayaan syariah dan konvensional dalam hal menyediakan dana pinjaman.
Pada pembiayaan syariah menggunakan penawaran produk untuk keperluan tertentu. Dalam hal ini tidak ada dalam pembiayaan keuangan konvensional seperti untuk pendidikan, haji dan umroh, ataupun lainnya.
Meskipun tata cara pembiayaan konvensional dan syariah secara matematis mungkin terlihat mirip, namun secara prinsipil keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok.
Baca Juga:Bulan Fintech Nasional, Easycash Ajak Masyarakat ‘Melek’ Keuangan Digital
Dengan mengetahui beberapa perbandingan antara dana pinjaman dari sistem pembiayaan keuangan konvensional dan syariah, pastinya akan lebih leluasa untuk menentukan pilihan yang seperti apa yang membuat lebih aman dan nyaman.