Kepritoday.com – Layanan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) di RSUD Raja Ahmad Tabib (RAT) Kepulauan Riau sudah lumpuh total lebih dari setahun. Penyebabnya bukan kerusakan mesin utama, melainkan habisnya pasokan helium untuk mesin pendingin (chiller).
Padahal, MRI merupakan peralatan medis penting yang mampu menampilkan gambar organ, jaringan lunak, otak, hingga tulang belakang secara detail. Berbeda dengan rontgen atau CT Scan, MRI bekerja tanpa radiasi, sehingga menjadi standar emas dalam mendeteksi penyakit seperti tumor, stroke, cedera saraf, dan kelainan sendi.
Kondisi ini membuat sejumlah pasien terpaksa mencari layanan MRI di luar daerah. Salah satu pasien yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa berat saat mengetahui alat tersebut tidak berfungsi.
“Saya kaget waktu diberitahu MRI sedang tidak berfungsi. Padahal, untuk diagnosis penyakit saya memerlukan alat tersebut. Mau tidak mau saya harus cari ke rumah sakit lain, yang tentu memakan waktu dan biaya,” keluhnya.
Direktur RSUD RAT, dr. Bambang Utoyo, menjelaskan bahwa masalah bukan terletak pada mesin MRI secara keseluruhan. “Sudah tidak rusak, hanya kerusakan itu di chiller. Chiller itu mesin pendingin, karena alat MRI memang harus bersuhu dingin,” jelasnya.
Ia menambahkan, Gubernur Kepri sudah menyatakan komitmennya membantu penyelesaian masalah ini. “Kalau tidak bisa masuk di APBD Perubahan tahun ini, akan diupayakan pada APBD tahun depan,” ujarnya.
Yang mengherankan, helium untuk MRI adalah kebutuhan rutin setiap tahun. Namun, dr. Bambang mengaku anggaran ini tidak diusulkan sebelumnya. Baru setelah alat tidak berfungsi total, usulan pembelian helium diajukan. Sayangnya, prosesnya terhambat karena jadwal Anggaran.
“Kita baru masuk juga ya. Baru kita laporkan ada kendala MRI seperti ini. Butuh anggaran sekian,” jelasnya.
Satu tabung helium cair berharga hampir Rp1 miliar. Untuk mengembalikan MRI beroperasi, RSUD RAT memerlukan tiga tabung, setara Rp3 miliar.
Kelumpuhan layanan MRI berdampak pada sekitar 50 pasien setiap bulan yang membutuhkan pemeriksaan. Tanpa layanan ini, pasien terpaksa dirujuk keluar daerah.
“Kalau memang harus terpaksa MRI, kita rujuk ke Batam,” kata dr. Bambang.
Sebagai solusi sementara, rumah sakit memaksimalkan CT Scan yang termasuk tercanggih di Provinsi Kepulauan Riau. Namun, CT Scan tidak selalu bisa menggantikan fungsi MRI, terutama pada kasus neurologis dan cedera jaringan lunak yang membutuhkan detail lebih tinggi.
Sementara itu, seorang aktivis di Kepri menilai masalah ini tidak hanya soal teknis, tetapi juga mencerminkan lemahnya perencanaan dan pengelolaan anggaran.
“Aneh saja, ini kebutuhan vital yang seharusnya dianggarkan setiap tahun. Hal seperti ini menyangkut kepercayaan masyarakat, terus kemana dialihkan anggaran untuk helium tersebut?” tanyanya.
Aktivis tersebut menambahkan, pemerintah daerah dan manajemen rumah sakit seharusnya memiliki rencana cadangan agar layanan vital tidak terhenti hanya karena kehabisan pasokan atau kendala teknis.(wae)