Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terus menggaungkan pentingnya sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) agar dapat meningkatkan daya saing produknya, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di pasar global yang kini kian terbuka untuk produk-produk halal.
Deputi Bidang Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Selamet Burhanudin, menegaskan bahwa Indonesia seharusnya tidak hanya menjadi konsumen, namun juga produsen utama dalam industri halal yang kini menjadi standar global.
“Indonesia tidak boleh hanya menjadi konsumen, tetapi juga harus menjadi produsen dalam industri halal, salah satu upayanya dengan mendongkrak produk UMK,” ujar Deputi Mamat dalam pernyataannya pada Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, sertifikasi halal bukan lagi hanya persoalan keyakinan, tetapi sudah menjadi simbol mutu dan daya saing produk. Ia menilai banyak negara di dunia kini berlomba-lomba mengembangkan industri halal mereka untuk merebut potensi besar dari pasar halal global yang terus tumbuh secara signifikan.
“Halal sudah menjadi standar global, dan negara-negara lain melihat ini sebagai peluang ekonomi yang sangat besar. Jangan sampai kita tertinggal,” tambahnya.
Untuk mempercepat pelaku UMK dalam mendapatkan sertifikat halal, BPJPH secara aktif membuka ruang fasilitasi dan pendampingan. Program ini dilakukan dalam bentuk edukasi, pelatihan, hingga bantuan pembiayaan yang disesuaikan dengan skala usaha pelaku UMK.
“Kita terus mengupayakan edukasi dan kemudahan bagi pelaku usaha khususnya UMK dalam pelaksanaan sertifikasi halal. Salah satunya melalui pendampingan UMK dalam bersertifikat halal melalui fasilitasi baik pembinaan maupun pembiayaan sertifikasi halal,” ungkap Deputi Mamat.
Namun di balik berbagai upaya tersebut, tantangan besar masih mengadang. Salah satunya adalah jumlah UMK yang bersertifikat halal masih jauh dari harapan. Ia mencontohkan kondisi di Bali, di mana dari total 448.434 UMKM yang tercatat, baru sekitar 34.541 produk yang telah mengantongi sertifikat halal.
Rinciannya, produk usaha mikro mendominasi sebanyak 25.788, diikuti skala kecil 3.459, menengah 2.351, dan skala besar sebanyak 2.943 unit. Kondisi ini menurutnya menjadi cermin bahwa masih dibutuhkan kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah, pelaku usaha, lembaga pendamping, dan masyarakat luas untuk mewujudkan ekosistem halal nasional.
“Semua pihak harus bergerak bersama. Pemerintah memberikan fasilitas dan regulasi, pelaku usaha harus siap beradaptasi, dan masyarakat juga harus semakin sadar akan pentingnya produk halal,” jelasnya.
Dengan memperluas sertifikasi halal di sektor UMK, BPJPH meyakini akan tercipta multiplier effect, mulai dari meningkatnya kepercayaan konsumen, hingga terbukanya akses ekspor ke negara-negara yang menaruh perhatian besar terhadap standar halal, seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, hingga negara-negara Eropa.
Mamat berharap langkah strategis ini dapat menjadi bagian dari misi besar Indonesia menjadi pusat produsen halal dunia pada 2029.